KULI BANGUNAN NGENTOT
Kisah ini terjadi dua tahun yang lalu yaitu ketika masih umur 22 tahun dan masih kuliah di tahun ke-tiga, Dalam libur Natal selama seminggu, sepupu jauhku (anak dari sepupu mamaku) dari Semarang datang berkunjung ke sini untuk menghadiri undangan pernikahan sekalian mengisi liburan. Namanya Joana, dia lebih muda dua tahun dariku dan sedang kuliah tahun kedua di sebuah PTS di kotanya. Setelah lama tidak bertemu, hampir tujuh tahunan aku sendiri agak pangling ketika menjemputnya di bandara, soalnya penampilannya sudah jauh berbeda.
Dia yang dulunya pemalu dan konservatif kini telah menjadi seorang gadis belia yang modis dan mempesona setiap pria, tubuhnya putih langsing dengan perut rata, rambutnya juga hitam panjang seperti gadis Sunsilk. Dia tiba di sini sekitar pukul tujuh malam, dari bandara aku langsung mengajaknya makan malam di sebuah kafe. Ternyata dia enak juga diajak ngobrol karena kami sama-sama cewek gaul, padahal waktu kecil dulu kami tidak terlalu cocok karena waktu itu dia agak tertutup.
Keesokan harinya aku mengajaknya jalan-jalan menikmati kota Jakarta serta sempat berkenalan dengan Nana dan cowoknya yang kebetulan bertemu waktu lagi shopping di TA. Royal juga saudaraku yang satu ini, belanjaannya banyak dan semuanya bermerk, aku saja sampai geleng-geleng kepala melihatnya. Malamnya sepulang dari undangan yang diadakan di sebuah restoran mewah di ibukota, aku langsung menjatuhkan diri ke kasur setelah melepaskan gaun pestaku dan menyisakan celana dalam pink saja.
Aku rebahan bugil di ranjang merenggangkan otot-ototku sambil menunggu Joana yang sedang memakai kamar mandi, dia tadi minum alkohol lumayan banyak, kemungkinan dia muntah-muntah di dalam sana kali pikirku.
“Joo, sekalian ambilin kaos gua di gantungan baju di dalam dong,” pintaku ketika dia keluar limabelas menit kemudian, matanya nampak sayu karena pengaruh alkohol dan kelelahan.
Dia memberikan kaos itu padaku lalu memintaku membantu melepaskan kait belakang gaun malamnya. Setelah memakai kaos, aku membuka kait dan menurunkan resleting gaunnya. Joana pun memeloroti gaunnya sehingga nampaklah dadanya yang montok, ukurannya tidak beda jauh dengan milikku, cuma putingnya lebih kecil sedikit dari punyaku. Hanya dengan bercelana dalam G-string dia berjongkok di depan kopornya mencari pakaian tidur.
“Kenapa Cit? Kok ngeliatin gua terus, jangan-jangan lu..?” katanya nyengir karena merasa kulihat terus tubuhnya sambil membanding-bandingkan dengan tubuhku.
“Yee.. Nggak lah yaw!! Dasar negative thinking aja lo ah!” ujarku sambil tertawa.
Malam itu, sambil berbaring kami ngobrol-ngobrol, pembicaraan kami cukup seru dari masalah fashion, kuliah, cinta dan sex sehingga bukannya tertidur, kami malah larut dalam obrolan dan canda-tawa. Terlebih lagi ketika memasuki topik seks dan aku menceritakan secara gamblang kehidupan seksku yang liar, dia terkagum-kagum akan keliaranku dan kelihatannya dia juga terangsang.
Namun ketika gilirannya bercerita, suasana jadi serius, di sini dia menceritakan dirinya sedang ribut besar dengan pacarnya yang selingkuh dengan cewek lain, aku dengan penuh perhatian mendengarnya curhat padaku. Nampak matanya berkaca-kaca dan setetes air mata menetes dari matanya yang sipit, dia memeluk bantal lalu menangis tersedu-sedu dibaliknya. Sebagai wanita yang sama-sama pernah dikhianati pria, aku juga mengerti perasaannya, maka kurangkul dia dan kuelus-elus punggungnya untuk menenangkannya. Aku berusaha keras menghiburnya agar tidak terlalu larut dalam kesedihan dan memberikan air putih padanya. Beberapa saat kemudian tangisnya mulai mereda, dengan masih sesegukan dia memanggil namaku.
“Hh-mm.. Apa?”
“Cit, tadi lu bilang lu pernah bikin film bokep pribadi kan ya (adeganku yang disyuting Bella,)”
“Mm.. Iya, so what?” jawabku sambil mengangguk.
“Boleh gua liat nggak, hitung-hitung penghilang stress.. Boleh ya?”
“Ehh.. Eh.. Gimana ya? Sekarang?” aku bingung karena risih juga kalau film pribadiku dilihat orang lain.
Akhirnya karena didesak terus dan mengingat sama-sama cewek ini, akupun menyerah. Kunyalakan komputer di seberang ranjangku dan mengambil VCD-nya yang kusimpan di lemari. Joana adalah orang pertama di luar geng-ku yang pernah menonton vcd ini. Gambar di layar komputer memperlihatkan diriku sedang dikerjai para tukang bangunan, serta adegan seks massal dimana Bella juga belakangan ambil bagian didalamnya membuat jantung kami berdebar-debar. Joana nyengir-nyengir ketika melihatku yang tadinya berontak akhirnya takluk dan menikmati diperkosa oleh empat kuli bangunan itu.
“Hi… hi… hi… Malu-malu mau nih yee!” godanya yang kutanggapi dengan mencubit pahanya.
Aku merasakan vaginaku becek setelah menonton film yang kubintangi sendiri itu, kurasa hal yang sama juga dialami oleh Joana karena waktu nonton tadi dia sering menggesek-gesekkan pahanya.
“Cit, gua juga mau dong bikin bokep pribadi kaya lu” pintanya yang membuatku kaget.
“Ngaco lu, jangan yang nggak-nggak ah, nanti gua dibilang ngerusak anak orang lagi, nambah-nambah dosa gua aja!” aku menolaknya.
“Aahh.. Ayolah Cit, lagian gua juga sudah nggak perawan ini, sudah basah jadi tanggung sekalian aja mandi”
“Jangan Joo, gua nggak enak ke lu”
“Ayolah, gua cuma mau ngebales aja kok, Napoleon juga membalas berselingkuh waktu tahu istrinya selingkuh, itu baru adil, ya kan” katanya sok sejarah.
“Ya.. illah.. Napoleon aja sampai dibawa-bawa, kalaupun gua mau, bikinnya sama siapa, cowoknya mana?”
“Di villa aja Cit, penjaga villa lu masih kerja di sana kan? Sekali-kali gua mau coba gimana rasanya kontol kampung nih, please”
Karena didesak terus dan dia sendiri yang minta, maka akupun terpaksa menyetujuinya, lagian aku sendiri sudah lama tidak berkunjung ke sana, pasti Pak Mahdun dan Paijo senang apalagi aku ke sana membawa ‘barang baru’.
Kami tidur sekitar jam duabelas dan bangun jam delapan pagi. Setelah sarapan, kami mengemasi barang bawaan, lalu pamit pada mamaku memberitahukan bahwa kami akan ke villa. Aku memakai baju untuk suasana rileks berupa halter neck merah yang memperlihatkan punggungku dipadu dengan celana pendek jeans yang ketat. Joana memakai gaun terusan mini yang menggantung sejengkal di atas lutut, rambutnya yang panjang diikat ke belakang dengan jepit rambut Tare Panda. Kami berangkat dari Jakarta sekitar jam sepuluh dan tiba di tujuan jam satu lebih, gara-gara liburan yang menyebabkan jalan agak macet.
“Sudah siap lu Joo? Kalau mau berubah pikiran belum telat sekarang, tapi kalau mereka sudah ngerjain lu, gua nggak bisa apa-apa lagi” tanyaku ketika sudah mau dekat.
“I’m ready for it, lagian gua juga mau tahu rasanya diperkosa itu kaya apa” katanya yakin.
Kamipun sampai ke villaku, Pak Mahdun membuka pintu garasi beberapa saat setelah kubunyikan klakson.
“Waduh Neng, sudah lama kok nggak ke sini.. Bapak kangen nih!” sapanya menyambut kami.
“Iya Pak.. habis Citra sibuk banget sih di Jakarta, kalau libur baru bisa main,” kataku,
“O.. Iya Pak, kenalin itu sepupu Citra, namanya Joana”
Pak Mahdun terkagum-kagum memandang Joana yang baru saja turun dari mobil, Joana juga mengangguk dan tersenyum padanya. Kusuruh Joana meletakkan dulu tasnya di kamar sementara kami mengeluarkan barang, setelah dia masuk, Pak Mahdun berbicara dengan suara pelan padaku.
“Eh.. Neng, Neng Joana itu boleh dientot apa nggak, habis nge-gemesin banget sih, ayunya itu loh”
“Idih, Bapak jorok ah.. Dateng-dateng langsung mikirnya gitu”
“Duh, maaf-maaf Neng kalau nggak boleh, Bapak khilaf Neng”
“Nggak kok Pak, Bapak nggak salah, justru dia yang ngajak ke sini minta digituin, malah minta disyuting lagi Pak, Bapak mau kan disyuting, tenang aja Pak buat koleksi pribadi kok”
Pria setengah baya itu menunjukkan ekspresi senang mendengar jawabanku, dia langsung bergegas mau menemui Joana untuk langsung mulai. Tapi buru-buru kutahan dengan menarik lengannya.
“Eh.. Sabar-sabar Pak nanti dulu dong, kita harus cari suasana dulu biar lebih hot, lagian kita lapar nih mau makan siang dulu, gairahsex.com Bapak sekalian ikut makan aja yah” kataku sambil menyerahkan sekotak ayam goreng KFC dan menyuruhnya menyiapkan nasi.
“O iya Pak, si Paijo ada nggak? Mau manggil dia juga nih” tanyaku pada Pak Mahdun yang sedang beres-beres.
“Wah kurang tahu tuh Neng, telepon aja dulu”
Aku pun lalu menelepon vila sebelah, baru kujawab teleponnya setelah beberapa kali di sana bilang
“halo.. Halo.. Siapa ini?” untuk mengenali suaranya. Setelah yakin itu suara Paijo aku lalu mengundangnya ke sini dan mengutarakan maksudku. Tentu dia senang sekali ditawari seperti itu, tapi dia cuma bisa menemani hari ini saja karena dia bilang besok siang majikannya mau datang berlibur. Ketika kututup telepon, dibelakangku Joana baru saja turun dari tangga lantai atas.
“Ngapain aja lu, lama amat beresin barang, yuk makan dulu, lapar nih!” kataku.
“Duh sori tadi sakit perut, kepaksa setor dulu ke WC deh”
Aku memberi usul bagaimana kalau kita makan di taman belakang dekat kolam renang saja, mumpung cuaca juga bagus, juga kusuruh Pak Mahdun menggelar tikar seperti piknik. Ketika lagi beres-beres bel berbunyi, itu pasti Paijo pikirku. Aku menyuruh Pak Mahdun meneruskan beres-beres sementara aku ke depan membukakan pintu.
Paijo, si penjaga villa tetangga, muncul di depan pintu dan langsung memelukku begitu pintu kututup. Kami berpelukan dengan bibir saling berpagutan, tangannya mengelusi punggungku turun hingga berhenti di pantat, di sana dia remas bokongku yang montok. Serasa sepasang kekasih yang sudah lama tidak bertemu dan saling melepas rindu saja deh, what.. Paijo jadi kekasihku? Nggak lah yaw.. Just as sex partner!
“Mmhh.. Jangan sekarang ah, mau makan dulu, yuk sekalian gua kenalin sama sepupu gua!” aku melepaskan pelukannya sebelum dia bertindak lebih jauh lagi mau memelorotkan celanaku.
“Ehehehe.. habis kangen banget sama neng sih, apalagi neng tambah cantik kalau rambutnya kaya sekarang” katanya sambil mengomentari rambutku yang sudah lebih panjang dari yang dulu (kini sudah menyentuh bahu) dan kembali kuhitamkan.
Aku memberikan piring dan sendok garpu padanya dan mengajaknya ke taman. Disana Pak Mahdun dan Joana juga baru menyendok nasi dan fried chicken ke piringnya. Kami mulai makan dalam suasana santai, obrolan nakal mereka meramaikan suasana, malah sekali aku hampir tersedak karena tertawa. Paijo menenangkan dengan menepuk-nepuk punggungku dan dadaku, ujung-ujungnya tetap meremas payudaraku.
“Apa sih pegang-pegang malah tambah kesedak tahu!” omelku sambil menepis tangannya.
Pelan-pelan Joana mulai terbiasa dengan suasana seperti ini, dengan keudikan kedua orang ini, bahkan dia pun mulai berani jawab waktu ditanya aneh-aneh oleh mereka.
“Tuh, pahanya satu lagi, habisin aja Pak!” tawarku.
“Paha? Mana paha?” celoteh si Paijo pura-pura bego sementara tangannya meraih pahaku.
Langsung kutampik lagi tangannya dan disambut gelak-tawa. Setelah semua selesai makan limabelas menit kemudian kusuruh Pak Mahdun dan Paijo membersihkan perangkat makan dan mencucinya dahulu sekalian menunggu makanan di perut turun.
“Dah nggak risih lagi kan, habis ini kita action nih, siap nggak?” tanyaku pada Joana.
“Siapa takut, lagian gua seneng bisa ngebales si brengsek itu, biar dia tahu cewek juga bisa selingkuh, apalagi gua selingkuhnya sama orang yang nggak pernah dia duga” tegasnya.
“Tuh mereka sudah beres Joo, showtime” kataku melihat kedua penjaga villa itu keluar, “Pak Mahdun, tolong handycamnya masih di meja dalam”
Pak Mahdun pun masuk lagi dan keluar membawa handycamnya. Kami duduk melingkar di tikar, aku memberi instruksi bak seorang sutradara. Kuperingatkan pada kedua pria itu agar tidak menyentuhku dulu selama aku mensyuting, agar hasilnya maksimal, tidak goyang seperti hasil syuting Bella.
Setelah semua siap, keduanya merapatkan duduk mereka pada Joana, terlihat dia agak nervous dibuatnya.
“Santai aja Joo, ntar juga enjoy kok” saranku.
Kamera kunyalakan, tanpa disuruh lagi keduanya sudah mulai duluan. Pak Mahdun meletakkan tangannya di paha Joana yang duduk bersimpuh, tangan itu merabai pahanya secara perlahan dan menyingkap roknya. Paijo di sebelah kanan meremas payudaranya, sepertinya agak keras karena Joana meringis dan mendesah lebih panjang. Sementara lidahnya menjilati leher jenjang Joana, ke atas terus menggelikitik kupingnya dan menyapu wajahnya yang mulus.
Tangan Pak Mahdun sudah masuk ke dalam rok Joana yang tersingkap, diremasinya kemaluannya yang masih tertutup celana dalam putih tipis yang memperlihatkan bulu kemaluannya. Pria kurus itu juga membuka resleting celananya hingga penisnya yang sudah tegak menyembul keluar, lalu tangan Joana digenggamkan padanya dan disuruh mengocoknya. Bibir mungilnya dipagut oleh Paijo, mereka berciuman dengan hot, lidah mereka keluar saling jilat dan belit. Sambil berciuman Paijo menurunkan resleting punggung Joana lalu memeloroti bajunya lewat bahu, juga disuruhnya Pak Mahdun memeloroti yang sebelah kiri, setelahnya bra-nya mereka lucuti pula. Kini payudara montok saudaraku yang cantik ini terekspos sudah.
Pak Mahdun langsung mencaplok susu kirinya dengan liar dan ganas, pipinya sampai kempot menyedot benda itu, aku mendekatkan handycam untuk lebih fokus ke momen itu.
“Gimana Pak? Manis nggak susunya?” tanyaku sambil mensyuting.
“Mantap neng, ini baru pas susunya!” dia melepas sebentar emutannya untuk berkomentar lalu kembali menyusu dan mengorek-ngorek kemaluannya, tangan lainnya mengelusi punggung Joana.
Paijo masih terus menciuminya, lidahnya terus menyapu rongga mulutnya, begitu pula Joana juga dengan liar beradu lidah dengannya. Jempol Paijo menggesek-gesek putingnya diselingi pencetan dan pelintiran. Joana sendiri makin intens mengocoki penis Pak Mahdun sehingga penjaga villaku ini terpaksa menghentikannya karena tidak mau buru-buru keluar. Kini dia suruh sepupuku merunduk (sehingga posisinya setengah berbaring ke samping) dan mengoral penisnya. Dengan bernafsu, Joana melayani penis Pak Mahdun dengan mulut dan lidahnya, mula-mula dia jilati buah pelir dan batangannya dengan pola naik-turun, sampai di kepalanya sengaja dia gelitik dengan lidahnya dan dikulum sejenak. Pemiliknya sampai mengerang-ngerang keenakan sambil meremasi payudaranya yang menggantung.
Paijo menarik gaun itu ke bawah hingga lepas, menyusul celana dalamnya. Setelah menelanjangi Joana, dia melepaskan bajunya sendiri. Diobok-oboknya vagina Joana dengan jari-jarinya, liang itu pun semakin becek akibat perbuatannya, cairannya nampak meleleh keluar dan membasahi jarinya.
“Enngghh.. Uuuhh.. Uhh!” desah Joana disela-sela aktivitas menyepongnya.
Kemudian Pak Mahdun rebahan di tikar dan dia suruh Joana naik ke wajahnya, rupanya dia mau menjilati vaginanya. Gantian sekarang Paijo yang dikaraoke, penisnya yang hitam berurat dan lebih besar dari Pak Mahdun dikocok-kocok oleh Joana yang sedang mengemut pelirnya. Dia menyentil-nyetilkan lidahnya pada lubang kencingnya sehingga Paijo mengerang nikmat.
“Ayo dong Neng, masukin aja, jangan cuma bikin geli gitu” kata Paijo sambil menekan penis itu masuk ke mulutnya, lalu wajahnya pun dia tekan dalam-dalam saking tidak sabarnya sehingga mata Joana membelakak karena sesak. Dia meronta ingin melepaskan benda itu dari mulutnya, tapi tangan Paijo yang kokoh menahan kepalanya.
“Sudah dong Tar, jangan sadis gitu ah, bisa mati tercekik dia, kontol lu kan gede” bujukku agar Paijo memberinya sedikit kelegaan.
“Non Joananya seneng kok Neng, tuh buktinya!” tangkis Paijo memperlihatkan Joana yang kini malah memaju-mundurkan kepalanya mengoral penisnya, tapi kepalanya tetap dipegangi sehingga tidak bisa lepas.
Kamera kudekatkan ke wajah Joana yang tengah asyik mengulum penis Paijo, mulutnya penuh terisi oleh batang besar itu sehingga hanya terdengar desahan tertahan. Kemudian kuarahkan ke bawah mengambil adegan Pak Mahdun sedang melumat vaginanya, dia menjulurkan lidahnya menyapu bibir vaginanya. Tangan kanannya mengelus-elus pantat dan pahanya yang mulus, tangan kirinya dijulurkan ke atas memijati payudaranya.
Ekspresi keenakan Joana terlihat dari gerak pinggulnya yang meliuk-liuk. Lidah Pak Mahdun menjilat lebih dalam lagi, dipakainya dua jari untuk membuka bibir vaginanya dan disapunya daerah itu dengan lidahnya. Kemaluannya jadi tambah basah baik oleh ludah maupun cairan vaginanya sendiri. Walaupun terangsang berat aku masih tetap mensyuting mereka sambil sesekali meremas payudaraku sendiri, kemaluanku juga sudah mulai lembab.
“Emmh.. Emmhh.. Angghh!” Joana mendesah tertahan dengan mata merem-melek, tangannya meremasi rambut Pak Mahdun di bawahnya.
Cairan bening meleleh membasahi vaginanya dan mulut Pak Mahdun. Pak Mahdun makin mendekatkan wajahnya ke selangkangannya dan menyedot vaginanya selama kurang lebih lima menit, selama itu tubuh Joana menggelinjang hebat dan sepongannya terhadap penis Paijo makin bersemangat. Puas menikmati vagina, Pak Mahdun menarik keluar kepalanya dari kolong Joana. Dia mengambil posisi duduk dan menaikkan Joana ke pangkuannya. Tangannya yang satu membuka lebar bibir vaginanya sedangkan yang lain membimbing penisnya memasuki liang itu.
Paijo cukup mengerti keadaannya dengan membiarkan Joana melepas penisnya yang sedang dioral untuk mengatur posisi dulu. Joana menurunkan tubuhnya menduduki penis Pak Mahdun hingga penis itu melesak ke dalamnya diiringi erangan panjang. Pak Mahdun juga melenguh nikmat akibat jepitan vagina Joana yang kencang itu. Aku mendekatkan kamera ke selangkangan mereka agar bisa meng-close-up adegan itu. Joana mulai naik-turun di pangkuannya, payudaranya diremasi dari belakang oleh Pak Mahdun.
Kembali Paijo memasukkan penisnya ke mulut Joana yang langsung disambut dengan jilatan dan kuluman. Kurang dari lima belas menit, Paijo sudah mengerang tak karuan sambil menekan kepala Joana.
“Hhmmpphh.. Oohh.. Keluar Neng!” demikian erangnya panjang.
Pipi Joana sampai kempot mengisapi sperma Paijo, namun hebatnya belum nampak setetespun cairan itu meleleh keluar dari mulutnya, padahal di saat yang sama Pak Mahdun juga sedang menggenjotnya dari bawah. Hingga erangan Paijo berangsur-angsur mereda, dia pun mulai melepas penis itu dan menjilati sisa-sisa sperma di batangnya. Penis Paijo kelihatan sedikit menyusut setelah menumpahkan isinya.
“Wuihh.. Gile bener sepongan Neng Joana nggak kalah dari Neng Citra” komentarnya.
Kamera kudekatkan ke wajah Joana yang sedang menjilati sisa-sisa sperma di penis Paijo dengan rakus. Sambil men-charge penisnya, Paijo bermain-main dengan payudara Joana, kedua bongkahan kenyal itu dia caplok dengan telapak tangannya dan dihisapi bergantian. Kulit payudara yang putih itu sudah memerah akibat cupangan Paijo. Suara erangan sahut-menyahut memanaskan suasana.
Joana terus menaik-turunkan tubuhnya dengan bersemangat, semakin lama makin cepat dan mulutnya menceracau tak karuan.
“Oohh.. Aauuhh.. Aahh!” lolongnya dengan kepala mendongak ke langit bersamaan dengan tubuhnya yang mengejang, didekapnya kepala Paijo erat-erat sehingga wajahnya terbenam di belahan payudaranya.
Momen indah ini terabadikan melalui handycamku dan terus terang aku sendiri sudah terangsang berat dan ingin segera bergabung, tapi sepertinya belum saatnya, nampaknya mereka berdua sedang getol-getolnya menggarap Joana sebagai barang baru daripada aku yang sudah sering mereka kerjai.
Joana ambruk di atas tubuh Pak Mahdun dengan penis masih tertancap. Pak Mahdun mendekapnya dan mencumbunya mesra, lidah mereka berpaut dan saling menghisap. Kini Paijo yang senjatanya sudah di reload meminta gilirannya. Pak Mahdun pun menurunkan Joana dari tubuhnya dan ke dalam mengambil minum. Kedua pergelangan kaki Joana dipegangi Paijo lalu dia bentangkan pahanya lebar-lebar. Setelah menaikkan kedua betisnya ke bahu, Paijo menyentuhkan kepala penisnya ke bibir vaginanya.
Walaupun vagina itu sudah basah, tapi karena penis Paijo termasuk besar, lebih besar dari Pak Mahdun, Joana meringis dan mengerang kesakitan saat liang senggamanya yang masih rapat diterobos benda hitam itu, tubuhnya tegang sambil meremasi tikar di bawahnya, mungkin dia belum terbiasa dengan penis seperti itu. Paijo sendiri juga mengerang nikmat akibat himpitan dinding vaginanya. Kumpulan cerita hot terbaru terupdate 2016.
“Uuuhh.. Uhh.. Sempit banget sih, asoy!” erangnya ketika melakukan penetrasi.
Aku sebagai juru kamera sudah terlalu menghayati sampai tak sadar kalau tangan kiriku menyelinap lewat bawah bajuku dan memijiti payudaraku sendiri, kuputar-putar putingku yang sudah mengeras dari tadi. Paijo mulai menggerakkan penisnya perlahan yang direspon Joana dengan rintihannya. Pak Mahdun kembali dari dalam, dia bersimpuh di samping mereka lalu meletakkan tangan Joana pada penisnya. Dia menikmati penisnya dipijat Joana sambil meremas payudaranya.
Paijo menaikkan tempo permainannya, disodoknya Joana sesekali digoyangnya ke kiri dan kanan untuk variasi, tak ketinggalan tangannya meremasi pantatnya yang montok. Joana semakin menggeliat keenakan, desahannya pun semakin mengekspresikan rasa nikmat bukan sakit. Pak Mahdun merundukkan badannya agar bisa menyusu dari payudaranya, diemut-emut dan ditariknya puting itu dengan mulutnya.
Sekitar limabelas menit kemudian mereka berganti posisi karena Pak Mahdun juga sudah mau mencoblos lagi. Kali ini tanpa melepas penisnya Paijo mengangkat tubuh Joana, dia sendiri membaringkan diri di tikar sehingga Joana kini diatasnya. Kemudian Pak Mahdun menyuruhnya agar mengangkat pinggulnya, gairahsex.com Joana lalu mencondongkan badannya ke depan sehingga pantatnya menungging dan payudaranya tepat di atas wajah Paijo.
“Bapak tusuk di pantat yah Neng, tahan yah kalo agak sakit” kata Pak Mahdun meminta ijin.
“Jangan terlalu kasar yah Pak, saya takut nggak tahan” kata Joana dengan suara lemas.
“Engghh.. Pak!” erangnya saat Pak Mahdun memasukkan telunjuknya ke anusnya, lalu dia masukkan juga jari tengahnya sambil diludahi dan digerak-gerakkan untuk melicinkan jalan bagi penisnya.
Setelah merasa cukup, Pak Mahdun mulai memasukkan barangnya ke sana, kelihatannya cukup susah sehingga dia harus pakai cara tarik ulur, keluarin satu senti masukkan tiga senti sampai menancap cukup dalam dan setelah setengahnya lebih dengan sedikit tenaga dia hujamkan hingga mentok.
“Akkhh.. Sakit..!!” erangannya berubah jadi jeritan ketika pantatnya dihujam seperti itu.
Kedua penjaga villa ini bagaikan kuda liar menggarap kedua liang senggama sepupuku, kedua tubuh hitam yang menghimpit tubuh putih mulus itu seperti sebuah daging ham diantara dua roti hangus, mereka sudah bermandikan keringat dan nampak sebentar lagi akan mencapai puncak. Aku sejak tadi sibuk berpindah sana-sini untuk mencari sudut yang bagus.
Joana mulai mengejang dan mengerang panjang menandai klimaksnya. Tapi kedua penjaga villa itu tanpa peduli terus menggenjotnya hingga beberapa menit kemudian. Mereka mencabut penisnya dan menelentangkan Joana di tikar. Mereka cukup mengerti permintaan Joana agar tidak membuang di dalam karena sedang masa subur, Pak Mahdun menumpahkan ke wajah dan mulutnya, sedangkan Paijo ke perut dan dadanya. Meskipun masih lemas, Joana tetap menggosokkan sperma itu ke badannya. Ketiganya rebahan dan mengatur kembali nafasnya.
“Gimana Joo, puas nggak?” tanyaku.
“Aduh Cit.. Lemes banget, kayak nggak bisa bangun lagi rasanya deh!” jawabnya lemas dengan sisa tenaganya.
“Gimana Bapak-Bapak, masih kuat nggak? Gua belum dapat nih!” kataku pada kedua orang itu.
“Iya ntar Neng, harus isi tenaga dulu nih!” jawab Pak Mahdun.
“Ya sudah istirahat aja dulu, gua mau minum nih haus!” kataku meninggalkan mereka dan menuju ke dalam.
Aku menuangkan air dingin dari kulkas dan meminumnya. Setelah menutup pintu kulkas dan membalik badan tiba-tiba Paijo sudah di belakangku, kaget aku sampai gelas di tanganku hampir jatuh.
“Duh.. Ngagetin aja lu Tar, dateng nggak kedengeran gitu kaya setan aja!” omelku, “Ngapain? Mo minum?”
Tanpa berkata-kata dia mengambil gelas yang kusodorkan dan meminumnya. Aku melihat tubuhnya yang telanjang, penisnya dalam posisi setengah tegang, pelirnya menggantung di pangkal pahanya seperti kantung air. Setelah berbasa-basi sejenak aku mendekati dan memeluknya, berpelukan mulut kami mulai saling memagut, lidah bertemu lidah, saling jilat dan saling belit, kugenggam penisnya dan kupijati. Elusannya mulai turun dari punggungku ke bongkahan pantatku yang lalu dia remasi.
Kemudian kuajak dia ke ruang tengah lalu kupersilakan dia duduk di sofa. Aku berdiri di hadapannya dan melepas pakaianku satu persatu hingga tak menyisakan apapun di badanku dengan gerakan erotis. Aku berhenti tepat di depannya yang sedang duduk, nampak dia terbengong-bengong menyaksikan keindahan tubuhku, tangannya merabai paha dan pantatku.
“Neng cukur jembut yah, jadi rapih deh hehehe..” komentarnya terhadap bulu kemaluanku yang beberapa hari lalu kurapihkan pinggir-pinggirnya hingga bentuknya memanjang.
Menanggapinya aku hanya tersenyum seraya mendekatkan kemaluanku sejengkal dan sejajar dari wajahnya, seperti yang sudah kuduga, dia langsung melahapnya dengan rakus.
“Eemmhh.. Joo!” desahku begitu lidahnya menyentuh vaginaku.
Kurenggangkan kedua pahaku agar lidahnya bisa menjelajah lebih luas. Sapuan lidahnya begitu mantap menyusuri celah-celah kenikmatan pada kemaluanku. Aku mendesah lebih panjang saat lidahnya bertemu klitorisku yang sensitif. Mulutnya kadang mengisap dan kadang meniupkan angin sehingga menimbulkan sensasi luar biasa. Sementara tangannya terus meremas pantatku dan sesekali mencucuk-cucuk duburku. Aku mengerang sambil meremas rambutnya sebagai respon permainan lidahnya yang liar. Puas menjilati vaginaku, dia menyuruhku duduk menyamping di pangkuannya. Dengan liarnya dia langsung mencaplok payudaraku, putingnya dikulum dan dijilat, tangannya menyusup diantara pahaku mengarah ke vagina. Selangkanganku terasa semakin banjir saja karena jarinya mengorek-ngorek lubang vaginaku.
Selain payudaraku, ketiakku yang bersih pun tak luput dari jilatannya sehingga menimbulkan sensasi geli, terkadang dihirupnya ketiakku yang beraroma parfum bercampur keringatku. Tanganku merambat ke bawah mencari penisnya, benda itu kini telah kembali mengeras seperti batu. Kuelusi sambil menikmati rangsangan-rangsangan yang diberikan padaku. Jari-jarinya berlumuran cairan bening dari vaginaku begitu dia keluarkan. Disodorkannya jarinya ke mulutku yang langsung kujilati dan kukulum, terasa sekali aroma dan rasa cairan yang sudah akrab denganku.
Tubuhku ditelentangkan di meja ruang tamu dari batu granit hitam itu setelah sebelumnya dia singkirkan benda-benda diatasnya. Nafasku makin memburu ketika penis Paijo menyetuh bibir vaginaku.
“Cepet Masss jo, masukin yang lu dong, nggak tahan lagi nih!” pintaku sambil membuka pahaku lebih lebar seolah menantangnya.
Karena mejanya pendek, Paijo harus menekuk lututnya setengah berjinjit untuk menusukkan penisnya. Aku menjerit kecil merasa perih akibat cara memasukkannya yang sedikit kasar. Selanjutnya kami larut dalam birahi, aku mengerang sejadi-jadinya sambil menggelengkan kepala atau menggigit jariku. Kini dia berdiri tegak memegangi kedua pergelangan kakiku, sehingga pantatku terangkat dari meja. Payudaraku terguncang-guncang mengikuti irama goyangannya yang kasar.
Dalam waktu duapuluh menit saja aku sudah dibuatnya orgasme panjang sementara dia sendiri belum menunjukkan tanda-tanda akan keluar.
Sekarang dia merubah posisi dengan menurunkan setengah tubuhku dari meja, dibuatnya aku nungging dengan kedua lututku bertumpu di lantai, tetapi badan atasku masih di atas meja sehingga kedua payudaraku tertekan di sana. Dia kembali menusukku, tapi kali ini dari belakang, posisi seperti ini membuat sodokannya terasa makin deras saja.
Aku ikut menggoyangkan pantatku sehingga terdengar suara badan kami beradu yaitu bunyi plok.. plok.. tak beraturan yang bercampur baur dengan erangan kami. Tak lama kemudian aku kembali orgasme, tubuhku lemas sekali setelah sebelumnya mengejang hebat, keringatku sudah menetes-netes di meja.
Namun sepertinya Paijo masih belum selesai, nampak dari penisnya yang masih tegang. Aku cuma diangkat dan dibaringkan di sofa, lumayan aku bisa beristirahat sebentar karena dia sendiri katanya kecapekan tapi masih belum keluar. Kami menghimpun kembali tenaga yang tercerai-berai.
“Joana sama Pak Mahdun mana Tar? Kok nggak masuk-masuk?” tanyaku pelan.
“Nggak tahu juga Neng, mungkin sudah mulai ngentot lagi di luar, kita lihat aja yuk!”
“Oo… kalo gitu ntar aja deh, masih lemas”
Namun sebagai jawabannya Paijo malah menggendong tubuhku dan membawaku ke kebun. Di sana Joana maupun Pak Mahdun sudah tidak ada lagi yang ada hanya baju mereka yang berceceran di atas tikar. Sayup-sayup terdengar suara desahan tak jauh dari sini, tepatnya dari kolam renang.
Dengan menggendongku, Paijo berbelok ke kanan menuju ke kolam. Di sana kami melihat di kolam daerah dangkal Pak Mahdun sedang asyik menggenjot sepupuku dari belakang dengan doggy style. Joana mendesah-desah dan sesekali menjerit kecil menerima sodokan Pak Mahdun, rambut panjangnya kini basah oleh air dan terurai karena ikat rambutnya sudah dilepas.
“Neng, kita nyebur juga yuk, biar seger” ajak Paijo.
Aku menganggukkan kepala menyetujuinya, diapun melangkah turun ke air, di sana tubuhku dia turunkan hingga terendam air. Hmm.. Rasanya dingin dan menyegarkan, sepertinya keletihanku agak terobati oleh air.
“Masih kuat juga Pak Mahdun, sejak kapan mulai lagi nih?” sapa Paijo.
“Kuat dong, buat neng-neng cantik ini kapan lagi,” sahut Pak Mahdun di tengah aktivitasnya.
Air kolam merendamku hingga dada ke atas, aku sandaran pada dinding kolam mengendurkan otot-ototku. Paijo kembali menghampiri dan menghimpit tubuhku. Diciumnya aku dibibir sejenak lalu ciumannya merambat ke telinga dan leher sehingga aku menggeliat geli. Penisnya kugenggam lalu kukocok di dalam air. Dia angkat satu kakiku dan mendekatkan penisnya ke vaginaku. Dengan dibantu tanganku dan dorongan badannya, masuklah penis itu ke vaginaku.
Air semakin beriak ketika dia memulai genjotannya yang berangsur-angsur tambah kencang. Kakiku yang satunya dia angkat sehingga tubuhku melayang di air dengan bersandar pada tepi kolam. Aku menengadahkan wajah menatap langit yang sudah mulai senja dan mengeluarkan desahan nikmat dari mulutku. Mulutnya melumat payudaraku dan mengisapnya dengan gemas membuatku semakin tak karuan.
Aku menoleh ke sebelah untuk melihat Joana yang berada sekitar lima meter dari kami, sekarang mereka sudah berganti posisi, Joana duduk di atas pangkuan Pak Mahdun menggoyang-goyangkan tubuhnya di atas penis Pak Mahdun yang disaat bersamaan sedang mengenyot payudaranya. Tangan kiri Pak Mahdun bergerilya mengelusi punggung dan pantatnya. Paijo memang sungguh perkasa, padahal kan sebelumnya dia sudah menggarap Joana sampai orgasme berkali-kali. Aku sendiri sudah mulai kecapekan dan setengah sadar karena sodokan-sodokan brutalnya. Gesekan-gesekan penisnya dengan dinding vaginaku seperti menimbulkan getaran-getaran listrik yang membuatku gila. Mataku mebeliak-beliak keenakan hingga akhirnya aku klimaks lagi bersamaan dengan Paijo. Spermanya yang hangat mengalir mengisi rahimku.
“Neng.. Neng keluar nih saya!” erangnya panjang sambil meringis.
Rasanya sungguh lemas, badan seperti mati rasa, mataku juga makin berat. Mungkin karena kecapaian di perjalanan atau Paijo yang terlalu bersemangat, akupun tak sadarkan diri, padahal jarang sekali aku pingsan setelah bersenggama. Aku masih sempat merasakan diriku digendong Paijo lalu dibaringkan di pinggir kolam, juga menyaksikan Joana sedang mengoral Pak Mahdun yang berdiri berkacak pinggang, nampaknya mereka juga sudah mau selesai, tapi entahlah karena aku keburu tidak sadar.
Aku terbangun ketika langit sudah gelap di kamarku, masih telanjang dan terbaring di ranjang. Joana lah yang membangunkanku dengan mengguncangkan tubuhku. Dia juga masih telanjang, cuma ada kami berdua di kamar ini. Aku mengucek-ngucek mataku sambil menggeliat.
“Jam berapa Joo?” tanyaku dengan pelan.
“Setengah tujuh, mandi yuk, gua juga baru bangun!” ajaknya.“Entar ah, masih lemes sepuluh menit lagi deh!” jawabku dengan malas dan menarik selimut menutup tubuh bugilku.
“Cit, handycamnya mana? Lihat dong hasilnya, bagus nggak?”
“Mm.. Di ruang tengah kali, terakhir gua taro sana, coba lihat aja”
“O iya, Joo.. Sekalian buatin air hangat yah, tinggal buka krannya aja kok, itu otomatis!” pintaku sebelum dia keluar dari kamar.
Dia kembali tak lama kemudian dengan membawa handycam dan segelas air putih. Kugeser tubuhku duduk bersandar ke ujung ranjang. Dia minta aku menyalakan alat itu karena tidak mengerti. Kami menyaksikan hasil rekamanku tadi melalui layar kecil pada alat itu.
“Hot juga lu Joo mainnya, bakat jadi bintang bokep nih!” godaku melihat keliarannya, “By the way, gimana perasaan lu sesudah ngeliat ini?”
“Lega Cit, gua akhirnya bisa juga ngebales cowok brengsek itu, biar tahu rasa dia ceweknya main sama orang-orang kaya gini, putus ya putus, gua dah nggak peduli lagi kok” katanya berapi-api.
“Sudah dong jangan nafsu gitu Joo, serem ah liatnya!” kataku sambil mengelus-elus punggungnya menenangkan.
“Eh.. Gimana airnya, bisa tumpah nih!” kataku mendadak baru ingat limabelas menit kemudian gara-gara asyik ngobrol sambil menonton rekaman itu.
Kami buru-buru ke kamar mandi dengan berlari kecil dan benar saja airnya sudah meluap tapi sepertinya belum lama karena lantainya belum terlalu banjir. Terpaksa harus kubuang sedikit airnya, lalu kutaburi buble bath dan mengocoknya hingga berbusa. Kusuruh Joana agar membawa saja handycamnya ke sini agar bisa nonton sambil berendam. Hhmm.. Segarnya berendam di air hangat berbusa itu, sepertinya segala beban seharian hilang sudah oleh kesegarannya.
Di bathtub kami saling menggosok punggung kami sambil menonton handycam yang diletakkan di tepi bak yang agak lebar, aku juga membantu Joana mengkramas rambutnya yang panjang itu. Setelah dua puluh menitan kamipun menyelesaikan mandi kami, kuguyur badanku dengan air membersihkan busa-busa yang menempel lalu mengelap badan dengan handuk. Joana ke kamar dahulu karena aku mau buang air kecil dulu. Aku keluar dari kamar mandi sambil mengikat tali pinggang kimonoku, di ruang tengah aku berpapasan dengan Pak Mahdun yang juga baru masuk dari pintu yang menuju kolam.
“Eh Bapak, Paijo mana Pak, kok nggak keliatan?” sapaku.
“Oo.. Tadi katanya mau pulang dulu ke rumahnya, ndak tahu deh ngapain,” jawabnya, “Tapi nanti katanya mau ke sini lagi sekalian bawain makanan”
Aku lalu meninggalkannya dan masuk ke kamarku, di sana Joana yang masih memakai gulungan handuk di kepalanya sedang mengoleskan body lotion pada pahanya. Tak lama kemudian terdengar bel berbunyi, Paijo datang membawa empat bungkus nasi uduk, dia bilang tadi dia menengok istri dan orang tuanya dulu di desa tak jauh dari sini. Kami makan di meja makan, tidak terlalu enak sih, tapi lumayan lah buat sekedar ganjal perut.
Di tengah makan, terdengarlah suara dering HP dari kamarku.
“HP lu tuh Joo, sana gih terima dulu!” kataku padanya.
Joana bergegas ke kamar meninggalkan makannya yang belum habis sementara kami bertiga meneruskan makan. Paijo selesai paling awal, saat itu Joana masih belum kembali juga, lama juga neleponnya pikirku.
“Saya panggilin Neng Joosi dulu yah!” kata Paijo setelah meminum airnya seraya melangkah ke kamarku.
Pak Mahdun sudah selesai makan, sedangkan aku tidak habis karena nasinya kebanyakan, tak enak pula jadi sisanya kubuang. Kami berdua membereskan sendok-garpu dan gelas ke bak cucian, serta membuang kertas pembungkus ke tempatnya.
“Joo, ini makannya habisin dulu dong, dingin nanti!” teriakku padanya, “Wah jangan-jangan si Paijo dah mulai lagi tuh, habis belum keluar-keluar sih”
Kami berdua pun segera ke kamarku dan benar juga apa kataku tadi. Paijo sudah telanjang, duduk selonjoran di ranjang dan mendekap Joana yang duduk membelakanginya bersandar pada tubuhnya. Kimono putih bermotif bunga-bunga kuningnya tersingkap kemana-mana, payudara kirinya yang terbuka dipencet-pencet dan dimainkan putingnya oleh Paijo. Pahanya terbuka lebar dan dipangkalnya tangan Paijo bermain-main diantara kerimbunan bulunya, mengelusi dan mengocok dengan jarinya.
Tak ketinggalan bahu kirinya yang terbuka dicupangi olehnya. Joana hanya mendesah dengan ekspresi wajah menunjukkan kepasrahan dan rasa nikmat.
Pak Mahdun yang terangsang sudah mulai grepe-grepe pantatku dan mulai menyingkap bagian bawah kimonoku. Namun kutepis tangannya.
“Ntar dong Pak, baru juga makan, masih penuh nih perutnya, nggak enak”
“Ya sudah nggak apa-apa pemanasan aja dulu neng, boleh ya” jawabnya sambil membuka bajunya sendiri.
Dia menyuruhku jongkok di depan penis hitamnya yang setengah ereksi. Akupun menggenggam penis itu dan mulai memainkan lidahku, kuawali dengan menjilati hingga basah kepala penisnya, lalu menciumi bagian batangnya hingga pelirnya. Kantong bola itu kuemut disertai mengocok batangnya dengan tanganku.
Perlahan tapi pasti benda itu ereksi penuh karena teknik oralku. Desahan Joana tidak terdengar lagi, kulirikan mataku melihatnya, ternyata, keduanya sedang asyik berfrech-kiss. Posisi mereka tidak berubah, Joana hanya menengokkan kepalanya ke samping saja agar bisa saling memagut bibir dengan Paijo.
Pak Mahdun menikmati sekali permainan lidahku, dia terus merem-melek dan mendesah tak henti-hentinya saat penisnya kukulum dan kuhisap-hisap. Lama juga aku mengkaraokenya, sampai mulutku pegal, akhirnya dia suruh aku berhenti agar tidak cepat-cepat keluar. Saat itu Paijo dan Joana sudah ber-posisi 69 dengan pria di atas. Joana masih mengenakan kimononya yang sudah terbuka sana-sini memainkan penis Paijo yang menggantung dengan mulutnya. Sedangkan Paijo sibuk melumat vagina Joana, klitorisnya dijilati sehingga tubuh Joana menegang kenikmatan. Kulihat paha mulusnya menegang dan menjepit kepala Paijo.
Setelah berdiri Pak Mahdun memagut bibirku yang kubalas dengan tak kalah hot, aku memainkan lidahku sambil tanganku memijat penisnya. Tangannya meraih tali pinggangku dan menariknya lepas hingga kimonoku terbuka. Sambil terus berciuman tangannya menggeser kain yang menyangga pada kedua bahuku maka melorotlah kimono itu, ditubuhku pun sudah tidak menempel apapun lagi.
Aku melepas ciuman untuk mengajaknya ke ranjang agar lebih nyaman. Di sebelah Joana dan Paijo yang masih ber-69 kutelungkupkan tubuh telanjangku dan menaruh kepalaku di atas kedua lengan terlipat seperti posisi mau dipijat, dari sini dapat kulihat jelas ekspresi wajah Joana yang meringis menikmati vaginanya dilumat Paijo, sementara dia memainkan penis yang menggantung di atas wajahnya. Pak Mahdun menaikiku lalu mencium juga mengelusi punggungku, aku mendesah merasakan rangsangan erotis itu. Ciumannya makin turun sampai ke pantatku, disapukannya lidahnya pada bongkahan yang putih sekal itu, diciumi, bahkan digigit sehingga aku menjerit kecil.
Mulutnya turun ke bawah lagi, menciumi setiap jengkal kulit pahaku. Betis kananku dia tekuk, lalu dia emuti jari-jari kakiku. Beberapa saat kemudian dia menekuk paha kananku ke samping sehingga pahaku lebih terbuka. Aku mulai merasakan jari-jarinya menyentuh vaginaku, dua jari masuk ke liangnya, satu jari menggosok klitorisku. Rambutku dia sibakkan dan aku merasakan hembusan nafasnya terasa dekat wajahku. Leher dan tengukku digelikitik pakai lidahnya, juga telingaku, aku tertawa-tawa kecil sambil mendesah dibuatnya. Aku suka rangsangan dengan sensasi geli seperti ini.
Sementara di sebelah kami semakin seru karena Paijo sudah menindih Joana dan memacu tubuhnya dengan cepat. Joana menggelinjang dan mengerang setiap kali Paijo menyentakkan pinggulnya naik-turun, tangannya kadang meremasi sprei dan kadang memeluk erat si Paijo. Pak Mahdun mengangkat pantatku ke atas, kutahan dengan lututku dan kupakai telapak tangan untuk menyangga tubuh bagian atasku. Sesaat kemudian aku merasakan benda tumpul menyeruak ke vaginaku.
Seperti biasa aku meringis dengan mata terpejam menghayati moment-moment penetrasi itu. Aku tak kuasa menahan desahanku menerima hujaman-hujaman penisnya ke dalam tubuhku. Sensasi yang tak terlukiskan terutama waktu dia memutar-mutar penisnya di vaginaku, rasanya seperti sedang dibor saja, aku tak rela kalau sensasi ini cepat-cepat berlalu, makannya aku selalu mendesah:
“Terus.. Terus.. Jangan pernah stop!”
Joana dan Paijo berguling ke samping sehingga kini Joana yang berada di atas dan lebih memegang kendali. Dengan liarnya dia menggoyangkan tubuhnya di atas Paijo, diraihnya tangan Paijo untuk meremas payudaranya. Wow.. Kali ini dia bahkan lebih binal dan agresif dari tadi siang, di tengah erangannya dia memaki-maki pacarnya yang menyakiti hatinya.
“Kevin bangsat.. Ahh.. Lu kira aku uuhh.. nggak bisa.. Nyeleweng apa! Engghh.. Terus Bang.. Entot gua buat ngebales.. Aahh.. Cowok sialan itu!!”
Kocokan Pak Mahdun padaku bertambah cepat dan kasar, otomatis eranganku pun tambah tak karuan, sesekali bahkan aku menjerit kalau sodokannya keras. Karena sudah tak bisa bertahan lagi, aku mengalami orgasme dahsyat, sementara Pak Mahdun dia tak mempedulikan kelelahanku, justru semakin gencar menyodokku. Tanpa melepas penisnya dia baringkan tubuhku menyamping dan menaikkan kaki kiriku ke pundaknya, dengan begini penisnya menancap lebih dalam ke vaginaku. Selangakanku yang sudah basah kuyup menimbulkan bunyi kecipak setiap menerima tusukan.
Dalam posisi ini aku bisa menyaksikan Paijo dan Joana tanpa menoleh. Payudaranya yang berayun-ayun akibat goyangan badannya mendapat kuluman Paijo, beberapa kali kulumannya lepas karena Joana menggoyangkan tubuhnya dengan kencang, namun dengan sabar Paijo menangkapnya dengan mulut dan mengulumnya lagi.
“Yahh.. Entot aku Bang.. Sedot susuku sampai puas.. Ahh.. Perlakukan aku sesukamu.. Biar bajingan itu tahu rasa!!” erangnya terengah-engah melampiaskan dendamnya
Sambil terus menggenjot, Pak Mahdun menyorongkan kepalanya ke payudaraku, putingnya ditangkap dengan mulut kemudian digigit dan ditarik-tarik, aku merintih dan meringis karena nyeri, namun juga merasa nikmat. Sementara situasi di sebelah nampaknya makin seru, kalau tadi siang Joana didominasi oleh mereka berdua, kini sebaliknya Joanalah yang lebih mendominasi permainan dan justru Paijo dibuat ngos-ngosan oleh keliarannya. Setelah menggelinjang dan mendesah ketika mencapai klimaks, dia mencabut penis itu dari vaginanya, lalu menggeser dirinya ke bawah dan menjilati serta mengulum penis itu seperti orang kelaparan. Paijo sampai merem-melek dan mendesah-desah dibuatnya.
Dalam jangka waktu lima menitan cairan putih kentalnya sudah menyemprot bagaikan kilang minyak, bercipratan membasahi wajah Joana, Joana terus mengocok dengan tangannya, mulutnya dibuka membiarkan cipratan itu masuk ke mulutnya, rambutnya yang panjang itu juga terkena cipratan sperma. Setelah semprotannya reda, dia menjilati sisanya yang masih menetes, kepala penis Paijo yang seperti jamur hitam itu disedot-sedot. Sesudahnya dia mengelap cipratan di wajahnya dengan jarinya, dihisapnya jari-jarinya yang belepotan sperma itu, sisanya dibalurkan merata di wajahnya. Kemudian dia rebahan di atas tubuh Paijo, kepalanya bersandar di dadanya, keduanya berpelukan seperti sepasang kekasih.
Aku merasakan sebentar lagi giliran aku klimaks, dinding vaginaku makin berdenyut.
“Ayoo.. Pak, terus.. Citra sudah mau..!” desahku dengan nafas tersenggal-senggal.
Tak lama kemudian aku merasakan tubuhku makin terbakar, aku menggeliat sambil memeluk guling erat-erat. Desahan panjang menandakan orgasmeku bersamaan dengan mengucurnya cairan cintaku membasahi selangkanganku. Dia melepas penisnya dan menurunkan kakiku, spermanya dikeluarkan di dadaku, setelah itu dia ratakan cairan kental itu ke seluruh payudaraku hingga basah mengkilap.
Belum habis rasa lelahku, dia sudah tempelkan kepala penisnya di bibirku, menyuruh membersihkannya. Dengan sisa-sisa tenaga aku genggam benda itu dan menyapukan lidahku dengan lemas, kujilat bersih dan sisa-sisa spermanya kutelan saja. Akhirnya kami pun terbaring bersebelahan, keringatku bercucuran dengan deras, dadaku naik-turun dengan cepat karena ngos-ngosan.
“Ck.. Ck.. Ck.. What a naughty girl you are, Ci!” terdengar Joana berkata dari sebelahku.
Aku menoleh ke arahnya yang masih berbaring di tubuh Paijo, dan membalasnya tersenyum. Kami masih sempat ngobrol-ngobrol beberapa menit sebelum satu-persatu tertidur kecapekan.
Pagi jam sembilan aku terbangun dan menemukan diriku telanjang tertutup selimut, tidak ada siapapun di kamar semua sudah pergi. Jendela sudah terbuka sehingga sinar matahari menerangi kamar ini, dari luar terdengar suara kecipak air. Aku turun dari ranjang dan melihat ke luar jendela, di kolam Joana sedang berenang sendirian, tanpa sehelai benangpun.
“Joo.. Ooii!” sapaku sedikit teriak sambil melambai, “Mana tuh dua orang itu!?”
Dia menoleh ke asal suara dan balas melambai, “Nggak tahu tuh, kalau Pak Mahdun tadi lagi nyapu di depan, sini Ci, segar loh renang pagi gini!”
Aku keluar dari kamar dan menyusulnya ke kolam. Baru turun dari tangga, aku hampir bertabrakan dengan Pak Mahdun yang muncul di sebelah dengan memegang sapu, dia baru masuk ke sini setelah selesai membersihkan halaman depan.
“Aduh, Bapak, ngagetin aja.. Hampir deh!” kataku sambil mengelus dada, “O ya, Paijo hari ini nggak bisa ke sini ya katanya?”
“Haduh.. Bapak juga kaget Neng nongolnya mendadak gini.. Paijo ya, tadi pagi dia pulang ke kampungnya lagi, tapi memang dia bilang hari ini nggak bisa ke sini soalnya entar siang majikannya datang!”
Kebetulan dia ingin minta ijin padaku untuk menengok cucunya yang baru sembuh di desa, tapi sesudah makan siang dia berjanji akan kembali. Setelah dia pergi tinggallah kami dua gadis di villa ini.
Hampir sejam lamanya kami berenang dan mengobrol di kolam. Setelah mandi bersih aku memasak dua bungkus mie Korea untuk sarapan. Habis makan aku mengajaknya jalan-jalan mengelilingi kompleks sekalian menikmati suasana pegunungan yang tenang dan sejuk. Sepanjang jalan, hampir semua orang yang kami temui (terutama pria) memperhatikan kami, bahkan beberapa sempat menggoda dengan kata-kata. Tidak heran sih, karena aku memakai pakaian kemarin yang seksi itu, sedangkan Joana memakai rok mini warna hitam dengan atasan kaos u can see kuning yang ketat sehingga mencetak bentuk badan dan payudaranya yang menantang. Untung hari ini tidak banyak angin, kalau tidak rok yang bahannya lembut itu sudah tertiup angin kemana-mana.
Kami sih berlagak cuek aja dengan tatapan-tatapan nakal mereka. Siapa sangka justru penjaga villa yang biasa kurang dianggap malah lebih beruntung dibanding om-om dan pemuda kaya yang kami temui. Ketika pulang kami melihat di villa sebelah sudah terparkir dua buah mobil dan beberapa anak-anak asyik bermain di balik pagar. Majikan Paijo dan familinya sudah datang, berarti dia tidak bisa menemani kami lagi karena sibuk melayani mereka.
Di rumah, Joana meminta kalau nanti ML lagi agar kembali disyuting, dia juga menyayangkan kenapa aku tidak mensyutingnya semalam, padahal menurut dia semalam itu sangat hot adegannya. Iya juga sih pikirku, tapi kan waktu itu nafsu sudah diubun-ubun sampai lupa mau mensyuting juga.
Jam tigaan, setelah Pak Mahdun kembali, Joana memintaku mensyutingnya lagi. Kali ini settingnya di ruang tengah tempat Paijo menggarapku kemarin. Joana dan Pak Mahdun duduk bersebelahan di sofa, begitu kuberi aba-aba, mereka berpelukan, Pak Mahdun melumat bibir Joana dan lidah mereka mulai beradu. Sambil berciuman tangan Pak Mahdun meraba-raba paha mulusnya semakin ke atas menyingkap roknya yang pendek, Joana pun tidak kalah aktif, dia meremasi selangkangan Pak Mahdun dari luar celananya. Kemudian Pak Mahdun menjatuhkan tubuhnya ke depan menindih Joana. Mereka mulai saling melucuti pakaian pasangannya sampai bugil.
Joana dua kali orgasme di atas sofa, selanjutnya kami pindah ke kamar mandi, mereka bercinta di bawah siraman shower, Joana menyandarkan tangannya di tembok menerima sodokan Pak Mahdun dari belakangnya. Sambil menggenjot, Pak Mahdun menyuruhku mengambil sabun cair dekat bathtub, dia menuangkannya ke tangannya lalu membalurinya ke tubuh Joana. Tangannya yang kasar itu menggosok seluruh tubuhnya, paha, pantat, perut, naik ke payudaranya, lama-lama tubuh sabun cair itu semakin berbusa di tubuh Joana.
Usai menyabuni Joana, dia membalik tubuhnya menghadapnya. Kaki kanannya diangkat sepinggang, penisnya diarahkan memasuki lubang senggamanya. Dengan gencarnya dia mengocok sepupuku dalam posisi berdiri. Tak lama kemudian Joana menengadah dan mengerang panjang mengalahkan suara shower.
“Oohh.. Keluar Pak!!” sambil mempererat pelukannya.
Joana berlutut dan menerima semprotan sperma Pak Mahdun di wajahnya. Adegan di kamar mandi ini menyudahi persenggamaan siang ini. Malam harinya kami main threesome di kamarku. Pak Mahdun berbaring sambil menikmati vagina Joana yang naik ke wajahnya, sementara aku sibuk melayani penisnya dengan mulut dan lidahku. Semakin kukulum semakin keras dan berdenyut benda itu, kulakukan itu sepuluh menit lamanya. Sayang sekali kalau cepat-cepat orgasme sedangkan aku belum mencapai kepuasanku. Akupun naik ke selangakangannya dan memasukkan benda itu ke vaginaku.
“Uuugghh..!” desahku saat benda itu menusuk ke dalam.
Di sela-sela kegiatan menikmati vagina sepupuku, dia juga mendesah merasakan jepitan vaginaku terhadap penisnya. Liarnya goyanganku membuatnya makin liar memperlakukan Joana, jilatan-jilatannya nampak lebih seru sampai suara menyeruput cairannya pun terdengar. Tangannya dijulurkan ke atas meraih kedua payudaranya, meremasnya sambil terus menyedot vaginanya.
“Ahh.. Ohh.. Pak!” desah Joana sambil menggeliat-geliat.
Setelah Joana mencapai orgasme, Pak Mahdun mengajak ganti posisi. Kali ini aku nungging di atas Joana dengan gaya 69, kembali Pak Mahdun menusukku dari belakang, sesekali kurasakan lidah Joana pada vaginaku, di bawah sana dia sedang menjilati vagina dan penis Pak Mahdun yang sedang keluar masuk. Sebagai responnya, aku juga menjilati vaginanya yang basah oleh cairan orgasme dan ludah. Aku menjilati bibir vaginanya hingga klitorisnya yang merah itu. Hhmm.. Dia memakai pembersih kewanitaan dengan merek yang sama seperti punyaku, aku sudah hafal dengan aromanya.
Tangan Pak Mahdun mulai merayap di payudaraku, memilin putingnya dan memijatinya. Aku tidak bisa menahan lebih lama lagi sesuatu yang mau meledak dalam diriku, aku mengerang panjang saat mencapai puncak. Genjotannya masih berlangsung beberapa menit ke depan sehingga memberiku kenikmatan lebih lama. Selesai membawaku ke puncak, kini dia mengincar Joana. Dia rebahan lalu menyuruh Joana menaiki penisnya yang masih mengacung tegak, benda itu basah mengkilap berlumuran lendirku. Dia mengisi vaginanya dengan penis itu diiringi desahan, setelah berhasil menancapkannya tanpa buang waktu lagi dia menggoyangkan tubuhnya. Pak Mahdun sendiri turun menyentak-nyentakkan pinggulnya ke atas merespon goyangan badannya.
Birahiku mulai naik lagi, maka aku menaiki wajah Pak Mahdun dalam posisi berhadapan dengan Joana. Tanpa diminta lagi, lidahnya sudah beraksi menyusuri organ kewanitaanku, jilatannya diselingi kocokan jari tangan yang bergerak liar di dalam vaginaku, desahanku pun semakin menjadi-jadi. Kedua telapak tanganku saling genggam dengan Joana. Rasa nikmatku kulampiaskan dengan memagut bibir sepupuku, lidah bertemu lidah lalu saling jilat. Lidah Pak Mahdun bukan saja menjilati vaginaku, duburku pun tidak luput darinya.
“Yeeaah, gitu Pak.. Terus.. Yahh.. Jilati aku sepuasmu!” demikian desahku menghayati setiap jilatannya.
Orgasmeku hanya lebih beberapa detik dari Joana, tubuh kami menggelinjang di atas tubuh Pak Mahdun diiringi erangan yang sahut-menyahut. Cairan yang meleleh dari vaginaku dilahapnya dengan rakus sekali sampai terdengar suara menyeruputnya. Joana mencabut penis itu dari vaginanya kemudian rebahan di antara paha Pak Mahdun mengoral penisnya. Aku juga merundukkan badanku ke depan mendekati penis yang masih tegak itu. Berdua kami melayani Adik kecilnya dengan kocokan, jilatan, dan hisapan selama lima menit hingga isinya muncrat ke wajah kami. Kami masih terus mengocok-ngocoknya hingga tetes terakhir, pemiliknya sampai berkelejotan dan melenguh nikmat akibat perbuatan kami. Maninya sudah tidak sebanyak kemarin sehingga kami sedikit berebutan untuk mendapatkannya.
Kami terkulai lemas, tubuh kami sudah berkeringat, nafas pun sudah putus-putus.
“Hebat juga ya Bapak ini, bisa tahan segitu lama sama dua cewek” pujiku.
“Ahh.. Neng ini, sebenernya sih berkat jamu tadi sore hehehe!” katanya dengan tersipu malu.
“Oo.. Pantes tadi nafasnya bau gitu, tapi hebat juga ya jamunya Pak” sahut Joana sambil merapat dan menyandarkan kepalanya pada dadanya.
Sungguh seperti kaisar saja Pak Mahdun malam itu, tidur diapit dua gadis muda dan cantik, suatu hal yang membuat banyak cowok iri tentunya. Dia juga berterima kasih pada kami karena telah membuatnya merasa muda kembali di usianya. Besoknya jam sebelas kami sudah berangkat kembali ke Jakarta. Tidak lupa kami memberi ciuman perpisahan padanya, Joana pipi kiri dan aku pipi kanan, lalu dibalasnya dengan menepuk pantat kami bersamaan.
Hari itu juga, sore harinya kami membawa rekaman handycam itu ke Bella untuk ditransfer dalam bentuk vcd (komputer Bella memang paling lengkap walau sebenarnya milik adiknya yang sedang kuliah di luar negeri). Cd masternya dibawa Joana sebagai koleksi pribadinya, copy-nya untuk kami, tentunya hanya untuk kalangan kita-kita saja. Dia mengabariku seminggu setelah kepulangannya bahwa dia telah memutuskan hubungan dengan pacarnya setelah sebelumnya dia mengajak cowoknya menonton bersama rekaman di villa itu sebagai pembalasannya. Kata-kata terakhir pada cowoknya sebelum berpisah adalah…
“Kalau lu bisa main gila, gua juga bisa bikin yang lebih gila!”
Sekarang ini dia sudah mempunyai pacar baru yang lebih muda empat tahun darinya, sifatnya juga lembek, biar lebih gampang dikendalikan katanya. Duh.. Dasar Joana, jadi woman rule nih ceritanya. O, ya met skripsi juga Joo, good luck and success.
Posting Komentar
0 Komentar